“Huamm … Rasanya sudah malam.”
Ya. Malam sekali. Pukul 21.47. Malam sangat, bukan ?
“Agaknya aku mulai ngantuk.”
Aku tahu. Terdengar dari suara kamu menguap barusan. Sampai aku tidak bisa membayangkan kalau-kalau sarang tawon dapat masuk ke mulutmu!
“Dek, Dedek sayaang … Huamm …”
“Hmm …” ujarku.
“Udahan ya. Besok ada acara. Aku harus cepat tidur. Sebelum ada ustadz melewati kamarku.”
“Hmm …” itulah responku.
“Oh … Kamu juga udah ngantuk rupanya,”
Itu pendapatnya. Bukan pendapatku!
“Ya sudah besok dilanjutin lagi,” katanya melanjutkan.
“Hmm !” desahku sedikit menyentak. Tapi aku tahu dia tidak akan sadar.
“Iya iya. Ya sudah. I love you …”
Tuutt. Tuutt. Tuutt.
Huft. Padahal tidur setengah dua pagi pun bisa kulalui tanpa menguap. Apalagi dia juga lupa mengucapkan salam sebelum mengakhiri percakapan kita. Ya ampun. Apa dia tidak tahu bahwa aku masih merindukannya ? Oh Tuhan … Aku merasa buruk.
Walau tangan tak bisa berjabat, dan wajah tak bisa bertatap, tapi setidaknya empat puluh dua menit telah aku lewati dengan ngobrol dengannya. Yahh, walaupun ending-nya tak kusuka. Ending? Hoho. Tidak. Wajahku memerah. Terngiang ucapan terakhirnya di telingaku. “I love you, too,” desahku pelan sembari menatap Ravi yang selalu tersenyum, seketika itu pula.
Ting tirinting tiring tiring
Begitulah bunyi alarm-ku kalau bisa kuterjemahkan dalam tulisan. 05.00 am, terpampang di layar hp nokia-ku yang ber-cashing abu-abu itu. Ku lemparkan benda yang semalam menjadi saksi kerinduan dua hati itu, ke kasur. Dengan segera kupeluk Ravi. Pagi ini terlalu indah untuk menjadikan yang semalam sebagai kenangan. Mandi dan sarapan harus kulalui. Hari Rabu yang indah menurutku.
Aku maklum. Dia kemarin bilang kalau ada kegiatan di tempatnya. Jadi ia harus menyembunyikan handphone-nya dari ustadz atau kiayi yang bakal meremukkanny` bila tahu santrinya membawa benda itu di lingkungan pesantren. Mungkin dia kecapaian. Mungkin pula pulsanya habis setelah menelponku. Yahh. Aku tidak begitu “ngehh” hari ini. Santri yang tidak begitu layak di panggil santri. (Santri punya pacar !)
Saat malam jum’at, dua hari setelah dia menelponku ..
Kurasakan sepi malam ini. Rupanya Ravi dan aku harus menunggu dia memberi informasi. Entah tentang ia loncat pagar demi tidak mengikuti pelajaran PKn, melerai temannya yang berkelahi sampai ia juga ikut berkelahi. (Santri terpaksa memang!) Ataukah ia bertemu seorang gadis yang mirip denganku, kemudian ia menyukainnya karena ia mirip dengan orang yang disukainya?
Aku tersenyum. Tidak. Tidak lama. Mungkin hanya sepertigapuluh detik. Ravi diam saja. Aku tahu. Dia memang telah dikutuk untuk tidak bergerak sama sekali selama-lamanya. Karena dia hanya boneka kodok, kau tahu?
Seminggu tepat setelah Selasa malam itu..
“Bruakk !” Aku berangkat ke sekolah dengan tetap memikirkannya. Sampai tak terduga motor Happy Sport bernopol N **** CV yang kukendarai, ditabrak hebat oleh motor Supra Fit X yang aku lupa nopolnya. Kakiku tercepit roda bagian depan. Spontan orang-orang di pinggir jalan membantu menepikan sepeda motorku yang jelas-jelas sebagai korban.
Pak Penabrak dengan santai membela diri saat ayah dan kakekku mengintrogasinya. Bahkan Pak Penabrak menyalahkanku yang jelas-jelas sudah menyalakan righting belok kanan. Dia saja yang berusaha menyelip dari arah kanan. Dalam hal ini, aku mengalah dan pasrah. Aku tak dapat memungkiri kalau masih deg-degan, bahkan sangat kencang. Sampai-sampai aku takut Pak Penabrak dan yang lainnya mendengar detak jantungku.
Jumat malam, tiga hari setelah aku tertabrak ..
Aku tak tahu apa yang ada di benakku. Sudah 13 hari dia tidak memberiku kabar. Bahkan ingin bercerita tentang rusaknya motorku yang menghabiskan biaya Rp 100.000 – harus aku pendam sendiri. Yaa.. Untungnya rasa nyeri di kaki akibat terjepit roda telah dilenyapkan Mak Ni, ibu tukang pijet terkenal di kampungku.
Malam ini aku memutuskan untuk menyendiri di kamar. Mencari cicak, tokek, kecoa, tikus, atau bahkan nyamuk untuk menyapaku. Tapi tak satu pun spesies dari mereka yang datang menemuiku.
Sudah saatnya aku terbangun dari kegelisahan khayalanku sendiri. Menegakkan bayang semu tak berujung. Aku memang pencemburu. Tapi aku memang begini. Mau diapakan lagi ?
“Drrt Drrt”
Handphone-ku bergetar. Mataku melotot--semelotot-lototnya. Terpampang jelas di layar “Aa’ Luph calling”
Aku tersenyum. Menertawakan perasaanku sendiri J
lucu deh.... ada unsur pengalaman kah?? :)
BalasHapus